Di zaman modern yang serba mengedepankan kepraktisan seperti
zaman sekarang ini, tidak sedikit individu-individu yang belum siap bertahan
menghadapi terjangan zaman yang “ekstrim”. Seolah-olah hal ini akan berdampak
pada kepopulerannya lagi hukum rimba yang beranggapan bahwa siapa yang kuat
maka akan bertahan hidup kurang lebih seperti itu. Tidak sedikit masyarakat
kita yang dulunya begitu eksis sebelum memasuki era sekarang ini. Tetapi ketika
memasuki era sekarang ini, berbalik 180 derajat karena seakan-akan mereka
ditelan oleh keadaan zaman. Dan saya tidak tahu persis ketidak hadirin mereka
lagi dalam dunia keeksisan masyarakat itu disebabkan karena terpinggirkan
dengan kurang begitu terhormat dan harus di terima paksarela oleh mereka
ataukah disebabkan memang meminggirkan diri karena kesadaran sendiri bahwa
mereka menyadari tidak lagi mampu bertahan dalam kondisi eksis seperti dulu di
dalam kelompok itu.
Dalam
kehidupan nyata yang cukup sering kita jumpai ternyata hal ini memang benar adanya.
Karena saya merasakan khusunya pada kelompok masyarakat muda yang tak sedikit
dari mereka menghilang begitu saja dari kelompoknya tanpa adanya sebuah
tanda-tanda sebelumnya. Setelah saya mencoba analisis dan mencoba mengambil
kesimpulan ternyata mereka (masyarakat muda yang ”hilang “) itu telah menyadari
bahwa kelompok pemuda yang diikuti tersebut tidak mampu menampung lagi ekspresi
hati dan jiwa dari mereka. Karena kelompok pemuda itu sudah begitu pesat brerubah
dengan standardisasi-standardisasi baru yang lebih tinggi kelasnya. Alhasil
tidak sedikit pemuda tersebut memilih meminggir walaupun ada yang harus
menerimanya dengan cap terpinggirkan.
Dan yang
menjadi sorotan lagi bagi saya adalah ketika masyarakat-masyarakat muda tadi
yang terpinggirkan atau meminggirkan itu benar-benar telah memisahkan diri
dengan kebiasaan kelompok terdahulunya, apakah mampu meraka menempa dirinya
menjadi individu baru yang lebih baik lagi?? Karena dengan proses pemisahan
diri itu otomatis akan terjadi gejolak hebat yang mesti memerlukan pengendalian
ekstra dari setiap individu. Hal-hal yang saya takutkan dari masyarakat tadi
bahwa kemungkinan mereka akan
mengekspresikan gejolaknya dengan cara praktis yang tidak pantas dilakukan,
seperti : melimpahkan beban dirinya kepada keluarga dengan menyalahkan keadaan
keluarga yang seolah-olah tidak bisa menopang dan memberikan fasilitas untuk
mempertahankan dirinya dari kelompoknya; tetap kekeh dalam mempertahankan rasa
malunya kepada orang lain karena merasa dirinya gagal bertahan dalam
kelompoknya secara tidak terhormat tentunya hal ini hanya akan menyita waktu
saja sebab pastinya mereka hanya akan memikirkan solusi jangka sementara agar
diri mereka tidak dilempari rasa malu lagi dengan orang lain bahkan tidak
jarang kondisi seperti ini membuat mereka selalu di dalam rumah dan tidak mau
berinteraksi dengan orang lain lagi; dsb.
Tetapi tidak
sedikit juga ketika seorang pemuda itu telah berpisah kebiasaan dengan kelompok
terdahulunya ternyata hal itu yang menjadi motivasi untuk menjadi individu yang
lebih baik lagi karena mereka merasa bahwa ada hal yang masih perlu diperbaiki
dari diri sendiri dan merasa perlu menyendiri untuk menginstropeksi diri. Dan akhirnya
mereka membuat trobosan-trobosan baru yang sebelumnya tidak terpikirkan yang
pada ujungnya mereka akan menemukan lagi kelompok baru bahkan kelompok baru
yang memiliki standardisasi lebih tinggi dari kelompok yang terdahulu.
Dari sedikit
coretan di atas maka kita sebagai kaum muda yang notabenya adalah generasi
penerus republik ini harus mampu memposisikan diri di tengah masyarakat kita
yang begitu beraneka ragam. Sehingga akan menempa diri kita untuk selalu
berusaha menjadi insan yang berguna bagi sesama. Memang sewaktu-waktu kita
perlu keheningan dari ramainya masyarakat kita untuk menginstropeksi diri
tetapi m engheningkan diri itu harus kita jadikan momentum dalam memacu dan
mengoptimalkan kelebihan yang ada di dalam diri. Sehingga ketika kita telah
merasa siap untuk bergabung lagi dengan suatu kelompok kehidupan maka
kontribusi-kontribusi positif dalam kelompok itu akan lebih terasa daripada
yang terdahulu. Yang pasti sedasyat apapun kita, sadarilah bahwa kita adalah
mahluk sosial yang kata Aristoteles adalah mahluk yang selalu bergantung dengan
orang lain. Perlakukanlah orang lain seperti apa yang pengen diperlakukan orang
lain kepada kita.
Begitulah coretanku di lembaran ini, kalau ditemukan banyak hal
yang kurang berkenan mohon dimaafkan karena saya lagi memulai proses belajar. Semoga
bermanfaat.
Terima kasih
Saudaramu, 6 Juni 2012
Aang
Fauzan
0 komentar:
Posting Komentar