Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang kecil, dan Mulai dari sekarang....!!! -aa Gym-

Selasa, 05 Juni 2012

Terpinggirkan atau Meminggirkan


Di zaman modern yang serba mengedepankan kepraktisan seperti zaman sekarang ini, tidak sedikit individu-individu yang belum siap bertahan menghadapi terjangan zaman yang “ekstrim”. Seolah-olah hal ini akan berdampak pada kepopulerannya lagi hukum rimba yang beranggapan bahwa siapa yang kuat maka akan bertahan hidup kurang lebih seperti itu. Tidak sedikit masyarakat kita yang dulunya begitu eksis sebelum memasuki era sekarang ini. Tetapi ketika memasuki era sekarang ini, berbalik 180 derajat karena seakan-akan mereka ditelan oleh keadaan zaman. Dan saya tidak tahu persis ketidak hadirin mereka lagi dalam dunia keeksisan masyarakat itu disebabkan karena terpinggirkan dengan kurang begitu terhormat dan harus di terima paksarela oleh mereka ataukah disebabkan memang meminggirkan diri karena kesadaran sendiri bahwa mereka menyadari tidak lagi mampu bertahan dalam kondisi eksis seperti dulu di dalam kelompok itu.
               Dalam kehidupan nyata yang cukup sering kita jumpai ternyata hal ini memang benar adanya. Karena saya merasakan khusunya pada kelompok masyarakat muda yang tak sedikit dari mereka menghilang begitu saja dari kelompoknya tanpa adanya sebuah tanda-tanda sebelumnya. Setelah saya mencoba analisis dan mencoba mengambil kesimpulan ternyata mereka (masyarakat muda yang ”hilang “) itu telah menyadari bahwa kelompok pemuda yang diikuti tersebut tidak mampu menampung lagi ekspresi hati dan jiwa dari mereka. Karena kelompok pemuda itu sudah begitu pesat brerubah dengan standardisasi-standardisasi baru yang lebih tinggi kelasnya. Alhasil tidak sedikit pemuda tersebut memilih meminggir walaupun ada yang harus menerimanya dengan cap terpinggirkan.
               Dan yang menjadi sorotan lagi bagi saya adalah ketika masyarakat-masyarakat muda tadi yang terpinggirkan atau meminggirkan itu benar-benar telah memisahkan diri dengan kebiasaan kelompok terdahulunya, apakah mampu meraka menempa dirinya menjadi individu baru yang lebih baik lagi?? Karena dengan proses pemisahan diri itu otomatis akan terjadi gejolak hebat yang mesti memerlukan pengendalian ekstra dari setiap individu. Hal-hal yang saya takutkan dari masyarakat tadi bahwa kemungkinan mereka  akan mengekspresikan gejolaknya dengan cara praktis yang tidak pantas dilakukan, seperti : melimpahkan beban dirinya kepada keluarga dengan menyalahkan keadaan keluarga yang seolah-olah tidak bisa menopang dan memberikan fasilitas untuk mempertahankan dirinya dari kelompoknya; tetap kekeh dalam mempertahankan rasa malunya kepada orang lain karena merasa dirinya gagal bertahan dalam kelompoknya secara tidak terhormat tentunya hal ini hanya akan menyita waktu saja sebab pastinya mereka hanya akan memikirkan solusi jangka sementara agar diri mereka tidak dilempari rasa malu lagi dengan orang lain bahkan tidak jarang kondisi seperti ini membuat mereka selalu di dalam rumah dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain lagi; dsb.
               Tetapi tidak sedikit juga ketika seorang pemuda itu telah berpisah kebiasaan dengan kelompok terdahulunya ternyata hal itu yang menjadi motivasi untuk menjadi individu yang lebih baik lagi karena mereka merasa bahwa ada hal yang masih perlu diperbaiki dari diri sendiri dan merasa perlu menyendiri untuk menginstropeksi diri. Dan akhirnya mereka membuat trobosan-trobosan baru yang sebelumnya tidak terpikirkan yang pada ujungnya mereka akan menemukan lagi kelompok baru bahkan kelompok baru yang memiliki standardisasi lebih tinggi dari kelompok yang terdahulu.
               Dari sedikit coretan di atas maka kita sebagai kaum muda yang notabenya adalah generasi penerus republik ini harus mampu memposisikan diri di tengah masyarakat kita yang begitu beraneka ragam. Sehingga akan menempa diri kita untuk selalu berusaha menjadi insan yang berguna bagi sesama. Memang sewaktu-waktu kita perlu keheningan dari ramainya masyarakat kita untuk menginstropeksi diri tetapi m engheningkan diri itu harus kita jadikan momentum dalam memacu dan mengoptimalkan kelebihan yang ada di dalam diri. Sehingga ketika kita telah merasa siap untuk bergabung lagi dengan suatu kelompok kehidupan maka kontribusi-kontribusi positif dalam kelompok itu akan lebih terasa daripada yang terdahulu. Yang pasti sedasyat apapun kita, sadarilah bahwa kita adalah mahluk sosial yang kata Aristoteles adalah mahluk yang selalu bergantung dengan orang lain. Perlakukanlah orang lain seperti apa yang pengen diperlakukan orang lain kepada kita.
Begitulah coretanku di lembaran ini, kalau ditemukan banyak hal yang kurang berkenan mohon dimaafkan karena saya lagi memulai proses belajar. Semoga bermanfaat.

Terima kasih
Saudaramu, 6 Juni 2012



        Aang Fauzan

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites