Setiap kali akan datangnya bulan
suci yang benuh berkah yang pastinya sangat ditunggu-tunggu oleh kaum muslim di
seantero bumi ini. Semakin dekat dengan datangnya bulan suci ini maka semakin
bergejolak juga jiwa ini mengekspresikan kesenangan yang sangat senang dalam
hidup kaum muslim. Rasa senang di sini tidak mungkin sanggup diekspresikan
melalui tulisan dalam bentuk apapun karena segala rasa yang mendukung untuk
senang hadir di situasi tersebut. Jiwa ini pun semakin bergetar ketika mencoba
memahami rasa senang bercampur haru syukur yang sangat tidak bisa dilukiskaan
dengan kata-kata tersebut. Tentunya dengan akan segeranya kami menginjakkan
kaki di bulan Ramadhan banyak rencana dan harapan yang akan kami lakukan dibulan
itu sebagai pengisi serta pelengkap kebahagiaan kami.
Saya di sini akan berbagi cerita
bagaimana keistimewaan yang pernah saya alami ketika bulan Ramadhan itu hadir
yang tentunya tidak saya temui di bulan-bulan lainnya. Sedikit bernostalgia
untuk mengingat kenangan dengan temen-temen disalah satu dusun di Jawa Tengah
ketika saya kecil dulu. Semakin saya beranjak dewasa dan berkesempatan
mengingat hal itu maka saya semakin rindu
akan hadirnya kembali masa-masa itu. Tetapi saya sadar bahwa itu sangat
tidak mungkin dan yang bisa saya lakukan mengingat masa-masa itu. Saya
menyebutkan hal itu sebagai pernak-pernik khas bulan Ramadhan yang telah saya
alami yang ternyata harganya begitu mahal dan sangat tidak bisa dinilai dengan
uang.
Diawali dari saur yang sering
saya lewati bersama bapak dan ibu saya di rumah. Biasanya awal-awal puasa masih
semangat untuk bangun saur karena salah satu faktornya mungkin menu yang
lumayan lengkap ketika saur di awal-awal puasa. Itu adalah salah satu kebiasaan
keluarga saya ketika awal puasa pasti lebih rajin dalam masak-memasak demi
memenuhi kepuasan kami dalam saur dan berbuka puasa. Semakin menjauh dari hari
pertama, dulu saya biasanya lebih malas dalam bangun saur karena beberapa hal
yang mendukunng saya untuk tetap mengantuk. Kemudian rutinitas pagi hari di
bulan Ramadhan yang tidak boleh ketinggalan bagi kami anak-anak dusun Kauman
adalah jalan-jalan pagi sambil berpesta long(mercon) kecil-kecil dibarengi
dengan canda-tawa yang begitu meriah. Setiap kali jalan-jalan habis subuh itu
kami lakukan biasanya akan menimbulkan tapak cerita yang berbeda. Ada yang
harus kejar-kejaran dengan salah satu warga karena beliau merasa terganggu
dengan kehadiran kami yang terkesan semena-semena yang didukung oleh daya
mercon yang kami punya; pernah suatu ketika secara alami saja kelompok dalam
perjalanan kami terbagi menjadi dua kubu dan kedua kubu itu saling serang
dengan merconnya; tak jarang ketika kelompok kami berpapasan dengan kelompok
lain ketika jalan-jalan itu kami saling melemparkan wajah sinis, tertawa, dsb ke kelompok yang lain; dsb.
Sekitar jam 7 pagi tetapi
tergantung juga bisa lebih siang lagi atau pagi lagi biasanya kita pulang ke rumah masing-masing.
Kalau tidak libur sekolah ya berati kami harus menyiapkan untuk berangkat
sekolah tetapi kalau libur biasanya saya pulang ke rumah dan melakukan kegiatan
di rumah. Tetapi tak jarang saya membuat janji dengan temen-temen untuk bermain
bersama setelah pulang dari jalan-jalan pagi. Dan yang saya inget ketika SD
apabila saya menonton TV dan sedang iklan yang kebetulan iklannya adalah
menawarkan makanan atau minuman sering saya merasa sangat pingin untuk
menikmati itu pada watu itu juga padahal saya kecil dulu sedang menjalankan
ibadah puasa. Tetapi hal aneh yang saya rasakan adalah ketika waktu berbuka
tiba biasanya tidak lagi pengen menikmati minuman ataupun makanan yang ada di
iklan siang tadi. Itu adalah hal aneh yang belum saya temukan jawaban logisnya
hingga saya mengetik saat ini. Walaupun banyak jawaban dari kerabat menyangkut
hal itu.
Ketika waktu buka mau tiba atau
sekitar jam 4 sore saya biasanya mengisi waktu dengan mengaji di Masjid Shoffi
Kauman bersama temen-temen. Biasanya
dalam ngaji tersebut kami diajarkan hafalan doa-doa seperti: doa buka puasa,
doa masuk masjid; dsb. Dengan semangat kami berteriak-teriak untuk melantunkan
hafalan kami yang dipandu oleh Guru ngaji kami. Dan tak jarang sehabis pulang
ngaji di sore hari itu bapak atau ibu memberi tahu saya bahwa kalau tadi waktu
ngaji suara saya terdengar sampai rumah. Karena memang pada waktu itu kami
ngaji dengan pengeras suara dan rumah saya pun dekat dengan masjid tempat ngaji
kami. Biasanya saya berbuka di rumah bareng bapak dan ibu maupun terkadang
sendiri. Dan hal yang hampir pasti ada ketika berbuka adalah kolak buatan bapak
yang biasanya sangat manis dan cukup enak apalagi di awal-awal puasa. Tak lama
setelah berbuka saya biasanya langsung bergegas ke pelataran masjid untuk
bermain apa saja dengan temen-temen dan tak jarang kami sambil membeli jajanan
di sekeliling masjid, seperti: ojek (kaya cilok), es campur/buah/teh, dsb. Kumandang
adzan isya menyerukan kami untuk naik ke masjid, ketika masa SD biasanya kami
memilih barisan yang paling belakang karena kalau sholat isya sudah selesai
biasanya ada jeda sebelum mulai sholat tarawih. Dan dijeda waktu itu kami
biasanya ngobrol ala anak SD sewajarnya. Ketika sholat tarawih di mulai kami
pun sudah biasa untuk memposisikan diri tetap di belakang karena biasanya kami
belum kuat untuk mengikuti full 23 rekaat shalat tarawih+witir di masjid.
Sehingga setelah beberapa rakaat sebagian dari kami kompak untuk berhenti serta
tak jarang kita ngobrol disitu. Hal ini tentunya membuat orang-orang sepuh
(tua) merasa terganggu dan pastinya kami
pernah kena semprotan berupa teguran lembut dari mereka. Menjelang shalat witir
tiba biasanya kami sudah antri untuk memegang pentungan(alat pemukul bedhug)
demi memenuhi kepuasan untuk tidur(memukul bedhug dengan irama khas kita) sehabis
sholat tarawih. Tidur sehabis sholat tarawih biasanya tidak lama karena ada
tadarusan di masjid. Disebabkan pada waktu SD itu kami belum lancar membaca
huruf arab sehingga saya dan temen-temen tidak ikut tadarusan.
Seinget saya di masa-masa SMP dulu di dusunku
sedang kembali musim main karambol sehingga sehabis sholat tarawih usai, saya
dan temen-temen sepantaran bahkan jauh lebih tua berbondong-bondong menggelar
arena karambol tak jauh dari pelataran masjid kebetulan ada pos kampling disitu.
Di tempat itu selalu muncul kemeriahan dan canda-tawa yang alami nan sederhana
serta tentunya semakin ingin mengulangi moment itu lagi. Biasanya selain main
karambol kami juga mengkombinasikan dengan main kartu dan catur supaya tidak jenuh
menunggu giliran main karambol yang hanya ada satu papan sedangkan biasanya ada
banyak peserta yang siap menggelar tawa dalam permainan karambol. Yang pasti
kami main pada waktu itu tidak ada unsur judi-menjudi mungkin hukuman yang
kalah akan dikasih bedak atau pati(seperti gandum) di mukanya dan tidak boleh
dihilangkan hingga permainan usai. Permainan kami ini tidak terbatas oleh waktu
pokoknya kalau masih ada yang mau walaupun sudah masuk tengah malam tetap
lanjuttttt. Sering kami membuat kesepakatan setelah permainan ini selesai
dilanjutkan tidur di masjid dengan tujuan untuk membangunkan saur. Ada beberapa
metode pembangunan saur yang cukup akrab bagi kami, antara lain : menyuarakan
di speker masjid dengan memasukkan unsur-unsur becandaan serta mengebanyol dan
pernah suatu ketika kami yang rata-rata seusia anak SMP didatangi imam masjid
karena saking terlihat becandanya yang keterlaluan dalam membangunkan warga
untuk saur; keliling sebagian dusun dengan membawa bongkahan seng (atap rumah) yang
diseret dan dipukul-pukul dengan kayu sehingga menimbulkan irama yang keras dan
tidak tahu enak di dengar atau tidak pokoknya inti dari kami pada waktu itu
supaya warga terbangun serta kami pun bisa saling becanda di tengah jalan agar
suasana tidak membosankan; dan
tidur(menabuh bedhuk) dengan cara yang lebih ektrim ketimbang biasanya
karena asbak pun kami manfaatkan untuk memukul piggiran bedhuk supaya semakin
meriah suasana masjid dan sekiranya pokoknya apapun yang bisa dipukulkan di
bedhuk kami manfaatkan.
Seingat saya lagi pertama kali
saya merasakan nikmat buka bersama ketika SD, saya datang ke acara buka bersama
teman-teman satu tingkat. Dan ceramah sebelum berbuka di mushola SD yang masih
saya inget sampai sekarang dari salah satu Guru SD saya adalah ketIka kita mau
membatalkan puasa(berbuka) diusakan pertama kali memakan makanan yang tidak
kena api seperti buah dan makan harus menggunakan tangan kanan. Dari sebelum TK
sampai SD mungkin hari-hari terakhir puasa atau menjelang lebaran adalah salah
satu hari yang paling saya tunggu karena biasanya bapak atau ibu tetapi yang
sering ibu mengajak saya ke toko untuk membeli barang baru untuk lebaran. Yang
tentunya saya selalu memilih barang yang terbaik menurut saya karena ibu sering
cerita kalau saya diajak ke toko pasti memilihnya lama dan sulit menemukan
barang yang diinginkan. Dan tak jarang orang yang jualan menjadi kesal kepada
saya karena hal itu. Tetapi ada beberapa barang yang biasanya saya mengambil
secara cuma-cuma dari dagangan ibu yang menjadi langganan hampir tiap tahunnya
adalah sarung. Lawong kebanyakan yang lainnya dagangan buat orang tua
seperti:selendang, kebaya, daster, dsb.
Buka bersama adalah salah satu
pernak-pernik Ramadhan yang alhamdulilah masih bisa saya nikmati sampai
sekarang ini. Apalagi mulai beberapa tahun ini semakin semaraknya berbagai
macam jejaring sosial yang membantu mempertemukan teman-teman yang sudah lama
tidak berjumpa. Bahkan setiap kali Ramadhan datang tidak hanya sekali buber
dengan temen-temen. Selain nikmat itu yang masih bisa saya nikmati lagi bahkan
ini tradisi sejak saya kecil yaitu menemani Ibu jualan dipasar dan ikut
memeriahkan prepegan(istilah jawa menjelang hari besar) pasar. Setidaknya saya
mengawasi dagangan Ibu agar tidak diambil oleh orang yang tak bertanggung jawab.
Karena tak jarang di waktu-waktu seperti itu banyak kasus penjual yang
kehilangan dagangan begitu saja. Dan saya pernah kalau tidak SD ya SMP kayaknya
di hari terakhir puasa dibelikan Ibu mobil remot yang memang saya pengen banget
pada waktu itu. Ibu membelikan itu menurut saya karena saya telah mau menemani
Ibu jualan di pasar. Dan tradisi di sekitar 3 hari terakhir bulan puasa saya,
Ibu, dan pedagang pasar lainnya adalah buka di pasar karena memang harus sampai
magrib jualannya. Menu andalan saya dan Ibu kalau makan besar di pasar ketika
berbuka biasanya adalah bakso/mie ayam + teh. Dan lebih nikmat ketika berbuka
bareng dengan pedagang yang lain
Ketika SMA saya merasakan hal-hal
yang saya nikmati ketika SD dan SMP itu ternyata adalah momentum yang sangat
mahal dan tidak mudah membuat hal seperti itu
yang dikemas secara sederhana berbasiskan kebersamaan. Karena secara
tidak sadar hal itu mulai luntur dan terkesan tidak zaman lagi bagi anak-anak
SD atau SMP untuk melakukan hal seperti paada zaman saya. Mungkin itu adalah
salah satu efek dari semakin pesatnya kemajuan zaman ini. Tetapi bagaimanapun
juga saya sangat merasa beruntung karena pernah menikmati moment yang saya
ceritakan di atas. Bagaimana semakin memahami indahnya kebersamaan dan
kesederhanaan.
Yaaaa begitulah cerita yang
teringat dan pernah saya alami mengenai saya dengan bulan Ramadhan yang penuh
pernak-pernik yang khas dan tentunya sangat membekas di hati sebagai salah satu
perjalanan hidup yang tak mudah dilupakan.
Terima Kasih
Saudaramu, 6 Juni 2012
Aang Fauzan
1 komentar:
walah walah .. kui wkwkwkwkwk
Posting Komentar