Dalam kesempatan kali ini saya
akan berbagi sebuah cerita inspiratif yang bersumber dari Pak Andrie Wongso dan
cerita ini saya dapatkan dari buku karangan Nelson Anand. Jadi kurang lebih atau
inti ceritanya seperti ini.
Cerita ini terjadi disebuah pesta perpisahan sederhana atas pengunduran diri seorang direktur karena memang sudah akan memasuki masa pensiun. Diadakanlah sebuah sesi acara penyampaian pesan, kesan, dan kritikan dari anak buah kepada mantan atasannya yang akan segera memasuki masa pensiun dari perusahaan tersebut.
Karena waktu yang terbatas,
penyampaian kesan dan pesan itu dinyatakan dalam bentuk tulisan yang kemudian
akan dibaca. Diantara pujian dan kesan yang disampaikan, akan dipilih yang
terbaik kemudian dibingkai untuk diabadikan di dinding kantor. Satu per satu
mereka menyampaikan dengan membaca tulisannya masing-masing. Yang menarik
adalah sebuah catatan dengan gaya tulisan coretan dari seorang office boy (OB)
yang telah bekerja cukup lama di perusahaan itu.
Dia menulis suratnya sebagai
berikut, “yang terhormat Pak Direktur.
Terima kasih karena Bapak telah mengucapkan kata “tolong”, setiap kali Bapak memberi tugas yang sebenarnya adalah
tanggung jawab saya. Terima kasih Pak
Direktur karena Bapak telah mengucapkan “maaf”,
saat Bapak menegur, mengingatkan, dan berusaha memberitahu setiap kesalahan
yang telah saya perbuat karena Bapak ingin saya mengubahnya menjadi kebaikan. Terima
kasih Pak Direktur karena Bapak selalu mengucapkan “terima kasih” kepada
saya atas hal-hal kecil yang telah saya kerjakan untuk Bapak. Terima kasih Pak
Direktur atas semua penghargaan kepada orang kecil seperti saya sehingga saya
bisa tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kepala tegak, tanpa merasa
direndahkan dan dikecilkan. Dan sampai kapan pun bapak adalah Pak Direktur buat
saya. Terima kasih sekali lagi. Semoga Tuhan meridhoi jalan dimana pun Pak
Direktur berada. Amin.”
Pak Direktur tidak pernah
menyangka sama sekali bahwa sikap dan ucapan yang selama ini dilakukan, yang
menurutnya begitu sederhana dan biasa-biasa saja, ternyata mampu memberi arti
bagi orang kecil seperti OB tersebut. Maka terpilihlah tulisan itu untuk
diabadikan dan digantungkan di dinding kantor. Seluruh karyawan kantor setuju
dan sepakat bahwa keteladanan dan kepemimpinan Pak Direktur akan mereka
terusakan sebagai budaya di perusahaan itu.
Dari sepenggal kisah di atas semakin menegaskan kepada kita bahwa dengan mengucapkan kata “tolong”,”maaf”, dan”terima kasih” itu tidak akan mengurangi sedikit pun harga diri atas kedudukan kita. Justu dengan berani berucap seperti itu berarti kita telah satu langkah lebih cepat untuk mengakrabkan diri dengan lawan bicara kita. Sehingga dalam interaksi dengan orang tersebut akan terjalin lebih kekeluargaan. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa kita masih cukup sulit untuk berucap kata-kata sederhana tersebut, apalagi harus diucapkan kepada orang yang menurut kita “keberadaannya” di bawah kita. Mumpung kita masih diberikan perasaan yang tentunya masih bisa aktif untuk merasa maka marilah mulai sekarang kita mulai untuk berucap kata-kata sederhana yang berdampak positif seperti: “tolong”,”maaf”, dan”terima kasih”. Setidaknya dengan berucap seperti itu kita telah menunjukan penghargaan kita kepada orang lain dan pasti tak lama kemudian orang lain itu pun akan membalasnya dengan sesuatu yang lebih. Dan pada akhirnya akan terjalin hubungan yang harmonis dengan setiap orang yang kita ajak untuk berinteraksi. Jadi kalau kita ingin dipahami oleh orang lain maka pahami terlebih dahulu orang lain layaknya kita pengen dipahami oleh orang lain tersebut.
Terima kasih, mohon dimaafkan
bila banyak kekeliruan, semoga bermafaat, dan cukup sekian.
Saudaramu, 7 Juli 2012
Aang
Fauzan
0 komentar:
Posting Komentar