Ketika aku mulai beranjak remaja,
zaman mengharuskan masa itu dibarengi dengan trend bersepeda motor yang
divariasi. Sekolah saja yang seharusnya lebih nyaman dan lebih enak berangkat
dengan angkutan umum, tak sedikit kaum remaja yang meminta baik secara paksa atau
tidak sepeda motor dari orang tuanya. Bahkan tidak jarang ditemui ada seorang
remaja yang meminta sepeda motor secara paksa dari orang tuanya, sampai-sampai
orang tuanya harus rela berkorban lebih dan “sakit” untuk tetap bisa membahagiakan
buah hatinya, misalnya dengan menjual barang-barang kesayangannya atau yang
lainnya.
Ketika kelas 3 SMP aku pun juga
terserang gejala pengen punya sepeda motor sendiri (karena merasa kalau sepeda motornya bapak nga
kerennn alias ketinggalan jaman alias jadul, hehe) dan lagi-lagi yang harus
berkorban adalah bapak dan ibuku. Dengan kondisi ekonomi yang bisa dibilang
pas-pasnya tetapi alhamdulilah selalu disyukuri oleh keluargaku, akhirnya
setelah dipertimbangkan dengan matang bapak dan ibu menyetujui untuk membelikan
sepeda motor untukku. Mengetahui hal itu tentunya aku sangat sueneng karena
telah membayangkan enaknya bisa berkendara sendiri dengan motor sendiri. Angan-anganku
pada waktu itu pastilah bisa memiliki sepeda motor yang keren abiiissss. Tetapi
aku harus menyadari kalau seumpama aku memaksakan diri mendesak bapak dan ibu
untuk membelikan sepeda motor yang kereennn itu bisa-bisa lebih membuat bapak
ibu “menangis” dalam senyuman di hadapanku.
Akhirnya pilihan disesuaikan
dengan kondisi kami. Karena ini berhubungan dengan motor tentunya yang lebih
tahu bapak daripada ibu. Sehingga bapak pada waktu itu memberikan pilihan
kepada saya motor apa yang kiranya akan dibeli tentunya harganya yang murah
sadjaaa. 1, 2 pilihan mulai bapak tawarkan dihadapanku, tetapi ternyata pilihan
yang bapak tawarkan kepadaku itu cukup jauuuuuh dengan motor harapanku. Dan motor
yang bisa aku pilih pada waktu itu bisa dibilang sangat-sangat standard apalagi
aku baru memasuki masa remaja yang tentunya ada hasrat ingin tampil wahhh. Disitu
aku harus memutuskan pilihan yang tidak gampang, akan tetap mendesak bapak ibu
supaya membelikan motor pilihanku? (sehingga aku bisa tampil puas dijalanan
dengan motor kerenku) Atau memilih motor standard yang ditawarkan bapak?(berarti
tidak bisa tampil gaya lawong cuman standard
banget). Dengan akal sehat dan budaya malunya wong jowo akhirnya aku tidak memaksakan bapak ibu untuk membelikan
motor keren angan-anganku. Dan akhirnya alhamdulilah aku bisa memiliki motor bekas yang harganya berkisar 4jutaan dan sekarang masih menjadi motor tungganganku. Jujur memang tidak bisa buat bergaya seperti
angan-angan ku, tidak bisa tampil wahh, dan kenikmatan lainya dengan motor itu,
tetapi yang lebih penting yang harus diketahui ternyata motor itu belum begitu
penting buatku pada masa itu alias aku hanya terperosok dalam trend ala kaula
remaja. Kalau sekolah naik motor tambah boros karena harus beli bensin. Sedangkan
kalau naik engkel 800 perak sudah
bisa pergi-pulang. Hadehhhh, lagi-lagi maaf pak buk nambah ngerepotin yang
ngerepotin sebelumnya saja suda segunuuuuung tak terhingga. Hehe..
Hal yang masih membekas di
pikiranku ternyata orang tua kita ketika mengetahui kalau anaknya menginginkan
sesuatu, mereka pastilah ingiiiiiinnnnnnn sekali bisa memenuhinya walaupun
sebelumnya kita dimarahin karena permintaannya yang neko-neko (tapi dalam hati mereka pasti ada hasrat untuk bisa
memuaskan permintaan buah hatinya itu). Sehingga kita sebagai anak akan bisa
terlihat bahagia karena memiliki orang tua yang bisa memenuhi kebutuhan. Bagaimana
rekan-rekan masihkah kita akan membrontak orang tua untuk membelikan hal-hal
yang kita inginkan?? Relakah kita merampas kebahagiaan orang tua demi kita
puas?? Yang perlu selalu diingat kapan kita akan berganti peran, membuat bangga
orang tua??atau siapkah kita membelikan permintaan orang tua dengan hasil
keringat yang halal?? Jawabanya ada pada kita sendiri yang akan direalisasikan
dengan tindakan nyata.
SEMANGAT!!!
-----------------------------------------------------
Melihat anak muda zaman sekarang
bila dibandingkan dengan anak muda zaman dulu tentunya sangat jauuuuh berbeda. Walaupun
kita belum pernah ada pada zaman muda di era dahulu tapi setidaknya kita bisa
mendengarkan cerita dari simbah, orang tua, atau orang-orang yang pernah
mengalaminya. Salah satunya yang sering saya dengar dari cerita ibuku kalau
dulu semasa kecil ibu sering bermain gobak sodor (atau apa gitu aku ga begitu
inget namanya) di jalan raya deket rumah karena memang masih jarang sekali
kendaraan yang lewat sehingga aku berpikir mungkin jalan raya bisa dibilang sebagai
alternatif tempat bermain yang paling wuenak pada masa kecil ibu dulu. Tetapi kita
bisa bayangkan untuk sekarang ini, ia sekarang ini!! Untuk menyebrang jalan
saja kita harus rela menunggu berdetik-detik sampai bermenit-menit karena
sangat buanyaaaaaknya kendaraan yang ngalor-ngidul,
ngetan-ngulon.
Hal yang pengen saya angkat
bukanlah cerita ibuku itu tetapi hal yang masih ada hubungannya dengan remaja. Saat
kita mengemudikan kendaraan di jalan raya yang tentunya milik masyarakat umum
ini tak jarang kita menemukan remaja yang “sok”
dengan kendaraannya yang mungkin keren abissss+memboncengkan sang pacar
dengan pelukan yang mesra padahal belum ijab-kabul lhooo ataupun para remaja
yang bangga berkeliaran dijalan tidak jelas lagi, hanya demi memamerkan
kendaraannya yang merasa sudah keren abissss dengan suara kenal pot yang war-wer war-wer. Itu tidak hanya terjadi
di kota-kota gedhe saja, tetapi di tempat yang dibilang masih ndesooo saja bisa
kita temukan. Tak jarang para pemakai kendaraan yang tidak layak ditiru tadi
ketika kita telusuri menyangkut keluarganya ternyata bukan keluarga yang
berlimpah harta lhoooo. Trus gimana ya kok bisa memiliki kendaraan yang tidak
murah harganya??? HUUUUUSSSSSHHHHH sudah jangan mikir yang tidak-tidak, cukup
tahu saja kalau itu ada.
Yang ingin saya tekankan disini
adalah apakah mereka tidak melihat remaja-remaja lain yang belum mampu
bersepeda motor sendiri karena belum punya uang?? Apakah mereka tidak sadar
kalau berkendara secara tidak luwes bisa mengganggu pengendara yang lain?? Apakah
memboncengkan orang yang bukan mukrimnya secara berlebihan di tempat umum bisa
menimbulkan hal yang tidak enak dari segala aspek?? Emang benar masa remaja itu
masa yang pualiiiiing ditunggu-tunggu karena katanya siii enak. Tetapi di fase
remaja inilah kebanyakan orang akan terbentuk kebiasaan yang membentuk juga
wataknya lhoooo.
Jadi untuk kita semua yang pernah
melakukan hal yang tidak bermanfaat yaaa tidak usahlah diulangi, yang lagi
membandel-bandelnya melakukan hal yang tak bermanfaat ayooooo dengan segera
memberanikan diri untuk memerdekakan diri dengan keluar dari fase tersebut, dan
yang merasa tidak melakukan kebandelan-kebandelan yang tidak bermanfaat tetap
pertahankan. Jadi intinya kita harus selalu menjadikan hari demi hari dalam
hidup ini menjadi semakin baik, sehingga tak pantas kita akan menyesali di masa
yang akan datang.
AYOOOOOOO….. BARENG-BARENG
DENGANKU UNTUK MEMPERBAIKI DIRI!!!
KARENA AKU PUN SEPERTI
REKAN-REKAN YANG PERNAH BERBUAT HAL YANG TIDAK BERMANFAAT.
Dan nikmati Satria F dan helm INK
(yang mungkin standardisasi keren ala remaja di jalanan), atau sejenisnya
dengan syukur dan luwes. BUKAN UNTUK PAMERRRR!!!!!
Cukup sekian, mohon maaf bila
banyak hal yang tidak berkenan, terima kasih, dan semoga bermanfaat.
Saudaramu, 14 Juli 2012
Aang
Fauzan
1 komentar:
Hahaha.. keren masbro, ane kira motornya butut gitu.. ckck
Posting Komentar