Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang kecil, dan Mulai dari sekarang....!!! -aa Gym-

Kamis, 01 November 2012

Ranking=Sukses kah..?


Kata ranking sudah sangat akrab kita dengarkan semenjak kecil, yang lebih terlihat nyata lagi ketika kita beranjak SD. Setiap kali penerimaan raport, ungkapan “ranking” seolah-olah menjadi hal wajib yang harus diucapkan oleh murid, Guru, dan sampai wali murid. Bahkan bapak  atau ibu penjual jajanan di sekolah pun tak segan-segan dengan lantang menanyakan lagi-lagi tentang ranking kepada siswa yang barusan nerima raport. Waww, fenomena sekali yaa..
Mencoba flash back, pengalaman pribadi yang sedikit saya inget ketika SD dulu cukup sering waktu penerimaan raport Guruku akan menuliskan dengan kapur di papan tulis, yaitu urutan murid yang mendapatkan ranking 1 sampai 10 di kelas. Murid seperti saya di masa itu bisa dikatakan sudah bisa menebak pasti deh ngak akan tertulis di papan tulis (sebenarnya malu juga sii ngakuinnya, hehe). Sensasi saat penulisan itu sungguh luar biasa, bisa dipastikan anak-anak yang langganan mendapatkan ranking 10 besar pasti akan deg-degan dengan posisi rankingnya, naik atau turun yaa. Dari tepuk tangan hingga ucapan selamat bergemuruh menyertai pengumuman itu, sedih karena ranking turun atau karena tidak mendapatkan ranking 10 besar dan senang karena rankingnya naik itu yang terlihat di sebagian wajah murid di kelasku. Kalau murid yang seperti aku, wajahnya yaa datar-datar saja karena sudah nebak dari awal dan biasanya tidak mleset lhoo, yaitu tidak masuk 10 besar.hehe ( jangan diru kalau dirasa tidak ada benarnya, hehe).
Hal yang pingin saya angkat dari tulisan kali ini adalah bagaimana merebaknya fenomena yang beranggapan bahwa ranking itu identik dengan kesuksesan di masa depan. Memang harus saya benarkan bahwa ketika kita berada di bangku sekolah, yaa kita harus pinter dan bahkan menjadi yang terpintar di antara murid-murid yang lain, benar too?? Tapi mbok yaa jangan sampai kebangetan donkk dengan yang namanya ranking itu. Bahkan tak jarang kita mendengar cerita kalau ada murid yang takut dimarahin orang tuanya karena ranking turun bahkan dia tidak berani pulang, ada lagi yang jadi frustasi dan malu karena tidak dapat ranking, ada yang sakit saat ujian tiba karena beban terlalu berat yang dipikul si anak, dan masih banyak lagi. Apakah hal semacam itu dibenarkan?? Memang sii ada sedikit sekali benarnya, tapi banyak sekali kurangnya. Itu menurutku lhoo yaa. Kalau hal semacam itu masih banyak diterapkan oleh kita berarti sama saja mendidik anak hanya menjadi ranking oriented yang tujuan sebenarnya pada kurang tahu. Saya cukup yakin, seperti rasa takut salah, takut mencoba cara lain, dan semacamnya akan menghantui anak yang terbiasa dengan ranking oriented yang kurang benar. Karena apa?? Anak –anak semacam itu biasanya hanya akan menggunakan otak kirinya saja demi mendapatkan nilai bagus dan ujung-ujungnya juga demi ranking bagus. Ia rela memaksakan otaknya untuk menghafal yang sebenarnya sangat membosankan, pokoknya ia hanya berfikir hanya belajar di depan buku sajalah waktu itu akan bermanfaat. Jadi seolah-olah anak itu telah membiarkan masa menggali dan mengasah potensi diri yang sebenarnya di curi oleh “keharusan” yang kurang tepat walaupun untuk hal yang tidak salah seutuhnya sii.
Ada kutipan menarik dari Leo Tolstoy:
“Pengetahuan menjadi pengetahuan sejati bila diperoleh dengan usaha pemikiran, bukan ingatan”
Kutipan di atas lebih mempertegaskan kepada kita bahwa memaksakan menghafal yang berarti menggunakan ingatan untuk mencari pengetahuan berarti itu tidak akan menjadi pengetahuan sejati lhoo alias cepet lupa karena biasanya hanya untuk mengejar nilai yang demi ranking tadi. Dan setelah itu akan lupa karena tidak akan dinilai lagi.
Dan sekarang marilah kita ngomongin dunia nyata ( kalau dunia lain sama Mas Harry Panca aja yaa, hehe). Pernahkah kita mendengar ungkapan seperti “wahh sekarang si A sukses lhoo, padahal dulu pas sekolah ngak pinter” atau “ehhh, sekarang tuu si B yang dulu ngak naik kelas pas sekolah itu menjadi orang yang sukses di Jakarta”. Pernah dengar ungkapan semacam itu?? Kalau saya pernah. Ngak pinter atau ngak naik kelas pas sekolah dulu berarti sudah hampir bisa dipastikan ia bukan orang yang langganan mendapatkan ranking bagus di sekolah, sepakat?? (Tapi yaa bukan berarti mendapatkan ranking bagus di sekolah itu jelek lhoo yaa). Dan ternyata dunia nyata yang merupakan dunia kita telah membuktikan dengan lahirnya orang-orang sukses yang ternyata jauhh dengan ranking ketika sekolah dulu. Jadi janganlah kita sampai terbelenggu dengan adanya ranking, memang ranking itu sebenarnya dibuat untuk memotivasi setiap murid supaya bersaing menjadi yang terbaik. Tapi yang kurang saya sepakati bahwa semakin kesini kok penerapan ranking itu menjadi tidak seperti fitrahnya bahkan mlenceng jauh sekali jweee.
Ada kutipan menarik dari Mas Ippho ‘Right’ Santoso di salah satu bukunya dituliskan kurang-lebih berbunyi “lama-lama, sekolah dan dunia nyata menyerupai 2 orang yang bukan muhrim”. Kata-kata yang sangat menggletik, bukan muhrimnya mengisyaratkan bahwa 2 hal itu berarti berlainan donk. Inti yang saya tangkap seperti itu. Bahkan saya cukup sering mendengar perkataan bahwa di dunia kerja itu beda sama dunia kuliah, ilmu dari kuliah itu hanya dipakai beberapa persen saja. Bahkan sangat mencengangkan ada yang berkata kalau ilmu dari kuliah hanya dipakai 10% dan yang 90% didapatkan saat kerja. Berari kuliah untuk apa yaa??hehe (tapi saya masih sangat percaya bahwa kuliah itu penting).
Jadi mendapatkan ranking atau IPK yang bagus itu tidak salah, justru saya sangat menganjurkan kalau kita mendapatkan ranking atau IPK yang terbaik. Tapi mbok yaa jangan sampai terjebak demi ranking atau IPK yang bagus kita menjadi manusia yang terbelenggu dan terbebani yang berlebihan. Jadilah orang yang cerdas dan berkembang, jangan cuma penghafal dan pengikut demi ranking atau IPK. Ingat ranking atau IPK sangat bisa dibeli dengan uang, yaa sekali lagi dengan uang. Jadi ranking dan IPK itu bukan barang yang waaahhh gitu yaa karena masih bisa dibeli kokk dinego mungkin juga boleh.hehe
Kesimpulannya bahwa ranking yang bagus itu tidak mesti menjamin seseorang menjadi sukses. Karena sukses lebih akan bisa diraih oleh orang-orang yang berpikir cerdas dan berani memperjuangkan. Dan semua itu akan tercapai karena ada ridho ALLAH SWT.
Terimakasih, maaf kalau banyak hal yang tidak berkenan karena saya hanya sekedar menulis saja.

By: Aang Fauzan

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites