Kata ranking sudah sangat akrab
kita dengarkan semenjak kecil, yang lebih terlihat nyata lagi ketika kita
beranjak SD. Setiap kali penerimaan raport, ungkapan “ranking” seolah-olah
menjadi hal wajib yang harus diucapkan oleh murid, Guru, dan sampai wali murid.
Bahkan bapak atau ibu penjual jajanan di
sekolah pun tak segan-segan dengan lantang menanyakan lagi-lagi tentang ranking
kepada siswa yang barusan nerima
raport. Waww, fenomena sekali yaa..
Mencoba flash back, pengalaman
pribadi yang sedikit saya inget ketika SD dulu cukup sering waktu penerimaan
raport Guruku akan menuliskan dengan kapur di papan tulis, yaitu urutan murid
yang mendapatkan ranking 1 sampai 10 di kelas. Murid seperti saya di masa itu
bisa dikatakan sudah bisa menebak pasti deh
ngak akan tertulis di papan tulis
(sebenarnya malu juga sii ngakuinnya,
hehe). Sensasi saat penulisan itu sungguh luar biasa, bisa dipastikan anak-anak
yang langganan mendapatkan ranking 10 besar pasti akan deg-degan dengan posisi
rankingnya, naik atau turun yaa. Dari tepuk tangan hingga ucapan selamat
bergemuruh menyertai pengumuman itu, sedih karena ranking turun atau karena
tidak mendapatkan ranking 10 besar dan senang karena rankingnya naik itu yang
terlihat di sebagian wajah murid di kelasku. Kalau murid yang seperti aku,
wajahnya yaa datar-datar saja karena sudah nebak
dari awal dan biasanya tidak mleset lhoo,
yaitu tidak masuk 10 besar.hehe ( jangan diru kalau dirasa tidak ada benarnya,
hehe).
Hal yang pingin saya angkat dari
tulisan kali ini adalah bagaimana merebaknya fenomena yang beranggapan bahwa
ranking itu identik dengan kesuksesan di masa depan. Memang harus saya benarkan
bahwa ketika kita berada di bangku sekolah, yaa kita harus pinter dan bahkan
menjadi yang terpintar di antara murid-murid yang lain, benar too?? Tapi mbok yaa jangan sampai kebangetan donkk
dengan yang namanya ranking itu. Bahkan tak jarang kita mendengar cerita kalau
ada murid yang takut dimarahin orang tuanya karena ranking turun bahkan dia
tidak berani pulang, ada lagi yang jadi frustasi dan malu karena tidak dapat
ranking, ada yang sakit saat ujian tiba karena beban terlalu berat yang dipikul
si anak, dan masih banyak lagi. Apakah hal semacam itu dibenarkan?? Memang sii
ada sedikit sekali benarnya, tapi banyak sekali kurangnya. Itu menurutku lhoo
yaa. Kalau hal semacam itu masih banyak diterapkan oleh kita berarti sama saja
mendidik anak hanya menjadi ranking oriented yang tujuan sebenarnya pada
kurang tahu. Saya cukup yakin, seperti rasa takut salah, takut mencoba cara
lain, dan semacamnya akan menghantui anak yang terbiasa dengan ranking oriented yang kurang benar. Karena apa?? Anak –anak semacam itu
biasanya hanya akan menggunakan otak kirinya saja demi mendapatkan nilai bagus
dan ujung-ujungnya juga demi ranking bagus. Ia rela memaksakan otaknya untuk
menghafal yang sebenarnya sangat membosankan, pokoknya ia hanya berfikir hanya
belajar di depan buku sajalah waktu itu akan bermanfaat. Jadi seolah-olah anak
itu telah membiarkan masa menggali dan mengasah potensi diri yang sebenarnya di
curi oleh “keharusan” yang kurang tepat walaupun untuk hal yang tidak salah
seutuhnya sii.
Ada kutipan menarik dari Leo
Tolstoy:
“Pengetahuan menjadi pengetahuan
sejati bila diperoleh dengan usaha pemikiran, bukan ingatan”
Kutipan di atas lebih
mempertegaskan kepada kita bahwa memaksakan menghafal yang berarti menggunakan
ingatan untuk mencari pengetahuan berarti itu tidak akan menjadi pengetahuan
sejati lhoo alias cepet lupa karena biasanya hanya untuk mengejar nilai yang
demi ranking tadi. Dan setelah itu akan lupa karena tidak akan dinilai lagi.
Dan sekarang marilah kita ngomongin dunia nyata ( kalau dunia lain
sama Mas Harry Panca aja yaa, hehe). Pernahkah kita mendengar ungkapan seperti
“wahh sekarang si A sukses lhoo, padahal dulu pas sekolah ngak pinter”
atau “ehhh, sekarang tuu si B yang dulu ngak
naik kelas pas sekolah itu menjadi orang yang sukses di Jakarta”. Pernah dengar
ungkapan semacam itu?? Kalau saya pernah. Ngak
pinter atau ngak naik kelas pas sekolah dulu berarti sudah hampir
bisa dipastikan ia bukan orang yang langganan mendapatkan ranking bagus di
sekolah, sepakat?? (Tapi yaa bukan berarti mendapatkan ranking bagus di sekolah
itu jelek lhoo yaa). Dan ternyata dunia nyata yang merupakan dunia kita telah
membuktikan dengan lahirnya orang-orang sukses yang ternyata jauhh dengan
ranking ketika sekolah dulu. Jadi janganlah kita sampai terbelenggu dengan
adanya ranking, memang ranking itu sebenarnya dibuat untuk memotivasi setiap
murid supaya bersaing menjadi yang terbaik. Tapi yang kurang saya sepakati
bahwa semakin kesini kok penerapan
ranking itu menjadi tidak seperti fitrahnya bahkan mlenceng jauh sekali jweee.
Ada kutipan menarik dari Mas
Ippho ‘Right’ Santoso di salah satu bukunya dituliskan kurang-lebih berbunyi
“lama-lama, sekolah dan dunia nyata menyerupai 2 orang yang bukan muhrim”.
Kata-kata yang sangat menggletik, bukan muhrimnya mengisyaratkan bahwa 2 hal
itu berarti berlainan donk. Inti yang saya tangkap seperti itu. Bahkan saya
cukup sering mendengar perkataan bahwa di dunia kerja itu beda sama dunia
kuliah, ilmu dari kuliah itu hanya dipakai beberapa persen saja. Bahkan sangat
mencengangkan ada yang berkata kalau ilmu dari kuliah hanya dipakai 10% dan
yang 90% didapatkan saat kerja. Berari kuliah untuk apa yaa??hehe (tapi saya
masih sangat percaya bahwa kuliah itu penting).
Jadi mendapatkan ranking atau IPK
yang bagus itu tidak salah, justru saya sangat menganjurkan kalau kita
mendapatkan ranking atau IPK yang terbaik. Tapi mbok yaa jangan sampai terjebak demi ranking atau IPK yang bagus
kita menjadi manusia yang terbelenggu dan terbebani yang berlebihan. Jadilah
orang yang cerdas dan berkembang, jangan cuma penghafal dan pengikut demi
ranking atau IPK. Ingat ranking atau IPK sangat bisa dibeli dengan uang, yaa
sekali lagi dengan uang. Jadi ranking dan IPK itu bukan barang yang waaahhh
gitu yaa karena masih bisa dibeli kokk dinego mungkin juga boleh.hehe
Kesimpulannya bahwa ranking yang
bagus itu tidak mesti menjamin seseorang menjadi sukses. Karena sukses lebih
akan bisa diraih oleh orang-orang yang berpikir cerdas dan berani
memperjuangkan. Dan semua itu akan tercapai karena ada ridho ALLAH SWT.
Terimakasih, maaf kalau banyak
hal yang tidak berkenan karena saya hanya sekedar menulis saja.
By: Aang Fauzan