Rasulullah pernah menasihati sahabatnya, Tsa’labah:
“Kenikmatan sedikit yang membawa pemiliknya bersyukur kepada Allah adalah lebih baik daripada kenikmatan yang banyak tetapi tidak membuat pemiliknya bersyukur kepada-Nya.”
“Kenikmatan sedikit yang membawa pemiliknya bersyukur kepada Allah adalah lebih baik daripada kenikmatan yang banyak tetapi tidak membuat pemiliknya bersyukur kepada-Nya.”
Suatu ketika, seorang laki-laki mendatangi Seorang Ustadz untuk
mengeluhkan kemiskinannya dan berbagai kemalangan hidup. Sang Ustadz
tersebut diam seraya menyimak keluhan laki-laki itu.
Usai mendengar segala keluhnya Ustadz itu, lalu bertanya :
“Apa kau mau penglihatanmu diambil Allah dan diganti dengan 5 milyar ?” tanya ustad itu kemudian.
“Tidak,” jawab laki-laki itu.
“Apa kau mau menjadi orang bisu dengan imbalan uang 1 milyar ?”
“Tidak.”
“Apa kau mau kedua tangan dan kakimu buntung untuk mendapatkan 2 milyar ?”
“Tidak.”
“Apa kau mau jadi orang gila dengan upah 5 milyar ?”
“Tidak.”
Ustadz yang bijak itu kemudian berkata, “Jika demikian, apa kau tidak
malu kepada Allah yang telah memberimu karunia yang nilainya melebihi
puluhan milyar, namun kau terus saja mengeluh, tak mau bersyukur?!”
Adalah salah jika kita menyangka bahwa yang disebut nikmat hanya
sebatas materi dan sesuatu yang bersifat lahiriah. Atau, bahwa yang
disebut nikmat adalah apa yang kita minta atau kita harapkan, kemudian
terwujud.
Padahal tidak demikian. Nikmat dan karunia Allah
meliputi banyak hal, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah, baik
yang kita minta atau tidak. Sebab, nikmat yang Allah berikan kepada kita
pada dasarnya bukan berdasar atas permintaan kita, melainkan karena
Allah Mahatahu bahwa nikmat itu memang kita perlukan, sesuai dengan
kebutuhan kita. Allah Mahatahu apa yang kita butuhkan dan apa yang
tidak.
Namun, hal itu kerap tidak kita sadari. Sehingga, banyak
karunia Allah yang tanpa kita sadari kita menikmatinya. Ketidaksadaran
itulah yang membuat kita lalai bersyukur. Kita hanya berfokus pada apa
yang kita minta, tapi lalai pada apa yang ada. Allah sendiri
mengingatkan, Dan kenyataannya, hanya sedikit di antara hamba-hamba-Ku
yang mau bersyukur (Saba’: 13).
Syukur yang paling tinggi adalah
bersyukur karena kita mampu bersyukur.” Sebab, dengan karunia syukur,
seseorang dapat menikmati hidup sepenuh hatinya, segala yang ada akan
selalu terasa cukup.
Kebalikan dengan orang yang sulit bersyukur.
Yang terasa adalah kekurangan-kekurangan yang tiada batas. Karunia
besar akan terasa kecil, kekurangan kecil terasa membuat begitu
menderita.
SUBHANALLAH
Semoga ALLAH selalu senantiasa
berada di dalam kehidupan kita, menjadikan kita orang yang pandai dalam
bersyukur, dan membimbing kita serta melindungi kita di segala apa yang
terjadi di kehidupan kita. Aamiin
sumber https://www.facebook.com/pages/Daarul-Quran-Indonesia/973418469391359?fref=ts
0 komentar:
Posting Komentar