Tiba-tiba teringat masa lampau, khususnya ketika mendapatkan
didikan dari sesepuhku. Baik itu bapak ibuk, mbah,dll. Kebiasaan yang seakan
menjadi keharusan di lingkungan kecilku dulu, salah satu yang menurutku unik
adalah ketika kita punya lawoh (lauk pauk) “enak” seperti ayam (iwak pitik), ikan
(iwak banyu), dan sejenisnya. Maka ketika aku memiliki lawoh semacam itu, akan
menjadi aneh ketika aku menggadonya (makan lawoh begitu saja, tanpa nasi). Hampir
pasti ketika aku mencoba menggado lawoh enak, akan ada saran dari sesepuh kita
untuk menambahkan nasi. “mbok ojo digado iwak e, tambahi sego ra ketung sithik”
(mbok ya jangan di gado ikannya, tambahi nasi walaupun cuman dikit). Kata-kata
seperti itu tak asing ku dengar. Sehingga sadar tidak sadar, tertanam ke
pikiranku kalo ada lawoh enak maka harus di makan sama nasi.hehe. Sampai sekarang
pun aku belum mengetahui teka-teki keunikan ini. Padahal kan sah-sah saja kalo simbah
goreng ayam dan setelah matang langsung kita sikat begitu saja. Tapi inilah
keunikan orang-orang jaman dulu yang sangat indah untuk dikenang. Dan yang
harus diinget bahwa pasti ada tujuan baiknya, walaupun kadang kita gak
dijelaskan.
Ada lagi hal yang cukup ngangenin, dimana ketika aku
digorengin ayam baik sama bapak ibuk atau siapapun itu. Yang tak tunggu-tunggu
adalah pupu (paha) ayam. Dulu bagian ini layaknya primadona yang begitu menarik
perhatian. Bahkan ada pertanyaan lucu ala anak-anak yang sering buat lelucon,
begini “kalo menyembelih ayam kamu mau pilih apanya?” aku dan temen-temen kala
itu sudah terpatri bahwa bagian ter enak dan ter istimewa dari ayam adalah pupu.
Wajar kala itu njawab, pupuuuuuu. Tapi ternyata jawabannya leher. Dengan alasan
kuat, masak menyembelih ayam di bagian paha. Ya pastinya kalo menyembelih ayam
di leher dong. Hehe.(denger kata menyembelih udah gak sabar aja bawaannya
pupu,hehe). Kala itu ini menjadi pertanyaan berantai ke temen-temen
sepermainan. Yang udah tau jawabanya, sudah berbeda feel ketika dapat
pertanyaan ini lagi. Karena pertanyaan ini akan nge-feel saat pertama kali
mendapatkan. Akhirnya berlomba-lomba mencari temen yang masih “fresh” untuk
diguyoni dengan pertanyaan itu. Ini nampaknya cukup menggambarkan betapa
istimewanya pupu ayam.emmmmzzz nikmaaaat.
Mungkin tidak hanya aku yang mengalami hal seperti ini. Memang
sederhana sii, tapi pantes dikenang dan mesam-mesem sendiri.hehe
A: Maem karo lawoh opo ang...?
B: IWAK PITIK...
Dulu marem banget kalo bisa bilang begitu.hehe
Diketik di Djakarta, 17-9-2015
Gambar dr mbah google